Total Tayangan Halaman

Followers

Rabu, 19 September 2012

Koloni Jepang di Asia Tenggara


Migrasi orang-orang Jepang ke Asia Tenggara dimulai pada awal zaman Meiji, dan jumlah orang Jepang meningkat dari 2.800 pada tahun 1907, tahun pertama yang ada datanya, menjadi 19.900 pada tahun 1917, dan menjadi 36.600 pada tahun 1936. Memang jumlah mereka itu kecil, lebih kecil daripada populasi orang Eropa yang sedikit di Asia Tenggara. Namun orang Jepang membentuk komunitas yang cukup besar di pusat-pusat perkotaan,seperti di Singapura, Batavia (Jakarta), Surabaya dan Manila.
Tetapi, sebelum Perang Dunia I komunitas Jepang di pusat kota-kota besar seperti Singapura, Batavia (Jakarta), dan Surabaya tetap dilandasi prostitusi dan situasi itu mulai sedikit berubah pada akhir tahun 1910-an. Mereka yang sampai saat itu kehidupannya menggantungkan diri pada para pelacur yang menangkap kesempatan itu, mulai membuka toko bahan makanan di kota-kota dan pedesaan, yang mulai berpindah ke pekerjaan yang lebih baik.
Penjaja Jepang, penjudi, dan tukang taruhan yang banyak di area prostitusi yang mengenal daerah itu mendapat tempat yang baik untuk bermukim disitu dan membuka toko kecil-kecilan, membawa masuk barang-barang Jepang dengan mendapat kredit dari pemilik toko Jepang di kota-kota pelabuhan, dan menjualnya kepada orang-orang pribumi. Semenjak barang-barang Jepang laku keras, pemilik toko besar berpindah ke bidang bisnis ekspor-impor. Transformasi orang Jepang paling tampak jelas di Jawa dan Malaya-Inggris. Perusahaan pelayaran pertama yang datang ke Asia Tenggara adalah Nippon Yusen (dengan modal Mitsubishi) yang telah mengoperasikan jalur pelayaran Kobe-Manila sejak tahun 1892 dan rute Bombay sejak tahun 1894.
Selama Perang Dunia I, perusahaan-perusahaan Jepang dan juga dan juga individu Jepang mulai menanamkan uang di dalam mengembangkan perkebunan. Pada masa resesi pasca Perang Dunia I,banyak pekebun mandiri bangkrut dan terserap ke dalam perkebunan besar yang dimiliki oleh zaibatsu yang berpangkalan di Jepang, yang mendominasi perkebunan karet yang dimiliki oleh orang Jepang pada tahun 1920-an dalam arti daerah yang disewakan dan diusahakan, juga jumlah produksinya.
Ekspansi Jepang di Asia Tenggara pada akhir 1910-an dan awal 1920-an menarik perhatian Departemen Luar Negeri Amerika Serikat, dan kita dapat memperoleh gambaran yang menarik mengenai kepentingan Jepang di Jawa Timur dan Jawa Tengah pada tahun 1924 dari laporan konsul Amerika di Surabaya, Rollin R.Winslow, yang laporanyya dikirim ke Washington. Menurut laporan ini, populasi orang Jepang adalah 627 di Surabaya, 135 di Karesidenan Pasuruan, dan 23 orang di Malang, dan praktis di semua distrik  jumlah orang Jepang berada di urutan kedua setelah orang Belanda (orang asing).
Terdapat dua buah bank Jepang di Surabaya, yaitu Bank of Taiwan, yang memiliki cabang di Batavia, Semarang dan juga Surabaya sendiri, dan Yokohama Specie Bank. Kedua Bank ini didirikan karena ada perdagangan gula dengan Jepang. Tumbuh pesatnya bank yang ada di Nusantara yang dimotori orang-orang Jepang berdampak pada ekspor-impor. Barang-barang dari kapas, korek api, teh, mainan, dan keramik adalah ekspor utama Jepang. Sementara gula, minyak tanah, timah, kinine, kerang, dan kayu oboni merupakan barang-barang penting yang diimpor oleh Negara Jepang.
Jaringan perdagangan Jepang sedang berkembang,meluas dari Jepang sampai ke perdagangan eceran di pedesaan Jawa pada awal tahun 1920-an dan kimin, orang-orang yang ditelantarkan oleh negara yang terbawa arus ke Jawa sebagai pemilik toko kecil-kecil, penjaja obat-obatan, penjudi kelana dan tuakang taruhan, tukang foto, tukang cukur dan sebagainya itu sekarang terintegrasi menjadi jaringan orang Jepang yang meluas.
Era baru ini juga melihat munculnya zaibatsu kecil dari antara orang Jepang di Asia Tenggara: Ishihara Sangyo, didirikan oleh Hiroichiro Ishihara dan dua orang saudaranya, yang mendirikan kerajaan bisnisnya di Malaya-Inggris, akhirnya berhasil membangun kehadirannya di Jepang. Alasan kedatangannya ke Malaya-Inggris mula-mula tidak jauh berbeda dengan alasannya ketika datang ke Nusantara. Di sana mereka mulai ikut campur masalah perusahaan karet dan bijih besi. Keberhasilannya sudah jelas karena kenyataan bahwa perusahaan-perusahaan tersebut berkecimpung dalam bijih besi, salah satu komoditas yang paling strategis pada zaman baja dan besi,dan bahwa Yawata Iron Works, salah satu perusahaan negara yang paling berkuasa, pada saat iti mencari pemasok bijih besi yang stabil, karena pasoka dari China tampaknya terancam oleh tidak stabilnya politik di China dan bangkitnya nasionalisme China.
Tidak mengherankan bahwa yang menandai permulaan keberhasilan ini adalah pembentukan  konsulat Jepang di kota-kota besar di Asia Tenggara. Dimanapun konsulat itu dibuka,salah satu dari tugas pertamanya adalah mengadakan cacah jiwa penduduk Jepang di daerah konsulatnya sendiri. Data yang dikumpulkan konsulat pada awalnya tidak memperhatikan jenis kelamin, umur,status perkawinan, suku, agama atau keterikatan politik orang-orang Jepang itu. Kemudian pada tahun 1920, sensul nasional pertama dilakukan di Jepang dan sistem nasional modern klasifikasi populasi negara itu secara hukum disusun.
Pandangan resmi orang Jepang hanyalah tidak suka melihat perbedaan kelas. Pada tahun 1914 konsul Jepang menekan pemerintah Straits Settlements untuk mendeportasikan germo Jepang sebanyak mungkin. Tidak diragukan lagi salah satu alasan penting adalah bahwa pekerjaan lain yang lebih terhormat dapat diperoleh oleh para pemilik bordil ini, dan banyak diantara mereka itu sebenarnya telah pindah ke arah itu,bahkan sebelum adanya penghapusan resmi prostitusi Jepang. Alasan lain adalah bahwa mereka yakin sebagai bangsa kelas satu, dan mereka tidak dapat mengabaikan kenyataan bahwa cap "aib  nasional"yang dilemparkan pada mereka oleh negara Jepang, dan kampanye untuk menghapuskan prostitusi Jepang menempatkan mereka ke dalam posisi makin menjadi orang buangan di dalam komunitas Jepang.
Kampanye yang berhasil mengenai penghapusan prostitusi Jepang dengan tegas menandai dibukanya zaman baru sebagai orang Jepang yang terhormat di koloni Asia Tenggara. Sedikit demi sedikit perekonomian pun pindah ke jalur perdagangan materi. Dan mereka mulai bisa berdagang dengan orang pribumi, walaupun masih banyak diantaranya yang tidak mau melakukan tawar-menawar dengan pribumi. Alasanya mungkin karena tawar-menawar dengan mereka akan menempatkan orang-orang Jepang ini  setara dengan orang-orang pribumi, dengan demikian akan menurunkan derajat mereka.
Rasa sebagai orang terhormat yang baru pada orang-orang Jepang setempat diungkapkan dalam berbagai cara, diantaranya berusaha seperti orang Eropa, menghina orang Cina dan pribumi, menonjolkan keberhasilan dan kekayaannya pada orang senegara, pada gilirannya dimanipulasi dan dimobilisasi oleh konsulat Jepang untuk mengawasi dan membimbing orang Jepang di Asia Tenggara dan komunitasnya
Jepang juga mulai mendirikan Perhimpunan Jepang pada tahun 1915, setahun setelah konsulat dengan sungguh-sungguh mulai kampanye penghapusan prostitusi Jepang. Tujuan perhimpunan itu adalah untuk menggalang rasa persaudaraan sesama orang Jepang. Tetapi peranan yang lebih penting dimainkan oleh perhimpunan Jepang adalah mendirikan dan mengurus sekolah Jepang. Mereka di Asia Tenggara untuk mencari penghidupan, tetapi mereka berharap anak-anaknya akan kembali ke Jepang dan menjadi orang terhormat daripada orang tua mereka. Mereka melihat kunci keberhasilan anak-anak ada pada sekolah.
Sekolah pertama didirikan di Singapura pada tahun 1911, di Davao pada tahun 1924, di Surabaya pada tahun 1925, dan di Batavia pada tahun 1928. Pada akhir tahun 1910-an dan 1920-an, orang Jepang di Asia Tenggara menjadi terhormat didalam kategori sensusnya, didalam kedudukan sosial-ekonominya, dan didalam perilakunya, dan mereka makin meningkat di dalam orbit negara Jepang. Berbeda dengan orang Cina yang belum meningkatkan taraf hidup mereka seperti halnya orang Jepang. Sehingga sudah menjadi wacana di masyarakat bahwa orang Jepang lebih mapan hidupnya daripada orang Cina. Penyebab kesuksesan Jepang antara lain bahwa kenyataanya negara Cina, baik pada masa dinasti Ch'ing maupun Republik Cina, tetap lemah dan tidak menjadi kekuatan imperialis, sebaliknya malah menjadi mangsa empuk bagi permainan imperialis di Asia Tenggara, orang Cina di Asia Tenggara tidak dapat mengharapkan perlindungan dan perbaikan kedudukan dari negaranya, sedangkan orang Jepang memperolehnya.
Dalam hal kecintaan tanah air pun Jepang lebih baik daripada Cina. Nasionalisme Cina adalah nasionalisme kerakyatan yang banyak terlepas dari negara Cina, sementara nasionalisme Jepang dengan tegas adalah nasionalisme resmi dengan kaitan, baik dalam pikiran maupun kenyataan, antara negara Jepang dan kebangsaan Jepang yang tertanam dengan erat dan kokoh.
Akhir tahun 1920-an, perkonomian Jepang dan  Asia Tenggara terpukul keras oleh terpaan Depresi Dunia. Perusahaan Jepang men-dumping produknya di pasaran Asia Tenggara, dan berakibat persengketaan dagang antara Jepang dan penguasa kolonial Asia Tenggara.
Dan pada awal 1941, pemerintah Hindia-Belanda akhirnya membekukan aset Jepang di wilayah koloni. Dengan demikian sebenarnya semua orang Jepang di Asia Tenggara sudah berakhir dengan kembali ke Jepang, bukan karena mereka orang Jepang di Asia Tenggara yang tidak nyata mengakar pada ke dalam masyarakat kolonial seperti halnya Cina, melainkan karena nasib mereka terjalin dan tidak dapat dipisahkan dengan nasib negara Jepang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar