Total Tayangan Halaman

Followers

Rabu, 19 September 2012

Wabah Kolera di London


NAMA           : Bisri Musthofa
NIM                : 110110301012
Mata Kuliah  : Sejarah Lingkungan
UJIAN TENGAH SEMESTER

1. Apakah sejarah lingkungan merupakan pembaharuan Historiografi?
Sejarah lingkungan menekankan pada kepedulian terhadap lingkungan sekitar tempat tinggal manusia. Namun bukan berarti hanya menekankan pada pembahasan terhadap lingkungannya saja, tetapi juga membahas tentang manusia dan makhluk hidupnya yang mendiami lingkungan tersebut. Karena sejarah lingkungan lebih berkutat pada masalah kesehatan, terutama masalah kebersihan dan kesehatan lingkungan tempat tinggal manusia dan makhluk hidup lainnya.
Kaitannya dengan ilmu sejarah adaah bahwa sejarah lingkungan menerapkan dan mempelajari beberapa fenomena yang terjadi dalam konteks sejarah yang kemudian di terapkan pada ilmu sejarah lingkungan. Namun bukan berarti semuanya begitu saja diterapkan, tetapi tetap ada semacam pemilihan untuk dikaji.
Ada beberapa hal yang mendasari bahwa sejarah lingkungan merupakan pembaharuan dalam historiografi, diantaranya adalah :
  1. Fokus historigrafi hanya fokus pada hubungan horizontal (antara kelompok suku, isu-isu politik dan sosial ekonomi)
  2. Sejarah lingkungan dianggap terlalu baru dan pembahasannya juga bukan mengarah pada sejarah, tetapi lebih mengarah ke fenomena lingkungan hidup, sehingga hal ini menjadikan sejarah lingkungan merupakan semacam revolusi historigrafi
  3. Kajiannya pun lebih ke alam masa lampau, walaupun masih berbau masa lalu, tetapi berbeda dengan kebanyakan sejarah lainnya yang lebih menekankan ppada peristiwa dan konflik-konflik sosial, ekonomi, dan politik.
  4. Alasan lainnya adalah bahwa sejarah lingkungan mempelajari bagaimana manusia memanfaatkan lingkungan untuk produksi, hal ini lebih mengarah pada ilmu ekonomi, tetapi masih di anggap sejarah karena mempelajari masa lampau.

Dari beberapa alasan tersebut juga masih ada pembahasan dalam sejarah lingkungan yang menyangkut lebih ke lingkungan tanpa menghilangkan aspek sejarahnya, yaitu :
  1. Pembahasan sejarah lingkungan lebih mengarah pada permasalahn lingkungan pada masa lalu dan kemudian dipelajari, setelah itu dilakukan analisis apakah dapat digunakan untuk memecahkan masalah lingkungan saat ini.
  2. Perubahan lingkungan pada masa lalu yang dampaknya terkadang masih ada hingga sekarang, dan berusaha untuk memecahkannya ataupun sekedar untuk mengurangi dan memperlambatnya perubahan lingkungan yang mengancam kehidupan sekarang (Misal : pemanasan Global)
  3. Membahas tentang nilai kultural dan pendangan atas lingkungan hidup yang didiami oleh manusia yang bersangkutan.
  4. Juga dibahas mengenai politik lingkungan, hal ini menyangkut tentang hukum yang mengatur tentang lingkungan hidup.

Masalah lingkungan bagi manusia dapat dilihat dari segi menurunnya kualitas lingkungan. Kualitas lingkungan menyangkut nilai lingkungan untuk kesehatan, kesejahteraan, dan ketentraman manusia. Nilai lingkungan untuk berbagai bentuk pemanfaatan. Hilang dan berkurangnya nilai lingkungan karena pemanfaatan tertentu oleh umat manusia. Menurut Drupsteen, masalah lingkungan merupakan kemunduran kualitas lingkunagan. Atau dengan kata lain, bahwa masalah lingkungan yang menyangkut gangguan terhadap lingkungan antara manusia dan lingkungan bentuknya berupa pencemaran, pengurasan, dan perusakan lingkunagan.
Semenjak adanya beberapa rentetan musibah yang menyangkut lingkungan (banjir, tanah longsor, air bersih dll), sejarah lingkungan mulai dianggap sebagai solusi yang nampaknya akan membantu manusia untuk membantu mengatasi masalah lingkungan tersebut. Ini menyebabkan sejarah lingkungan menjadi suatu pembahruan dalam konteks sejarah. Sejarah yang semula membahas tentang fenomena-fenomena sosial, politik dan ekonomi mulai beralih ke pembahasan lingkungan hidup.

2. Bagaimana problem wabah kolera di London diatasi?
John Snow (1813-1858), seorang dokter di London, sebenarnya lebih dikenal di bidang anestesi karena perannya membantu Ratu Victoria melahirkan kedua putranya dengan menggunakan kloroform. Namun, berkat minat dan upayanya selama bertahun-tahun mencatat, mengamati, dan memetakan kejadian wabah kolera di daerahnya yang kemudian dibukukan dan diterbitkannya sendiri dengan judul On the Mode of Communication of Cholera, namanya dikenang hingga kini. Penelitiannya menjadi mahakarya klasik di bidang epidemiologi dan berbagai kajian tentang penelitiannya masih ditulis oleh para ahli di beberapa jurnal kedokteran terkemuka hingga kini. Pada masa-masa itu yang menjadi masalah sosial yang utama adalah wabah kolera, yang cara penularannya belum diketahui
Penyakit ini secara berkala melanda Benua Eropa dan menimbulkan angka kematian yang tinggi. Setelah mewabah Benua Eropa secara hebat pada tahun 1832, penyakit ini kemudian mengancam Kota London pada tahun 1848 dan 1853. Snow membuat catatan-catatan tentang kejadian kasus dan kematian yang terjadi serta berusaha merangkainya mencari jawab terhadap penyakit kolera ini.
Dalam epidemi tahun 1848, kematian karena kolera terutama dijumpai di daerah selatan Sungai Thames dan semakin berkurang pada daerah yang semakin jauh dari sungai. Banyaknya kematian ditemukan terutama pada daerah yang kebutuhan airnya dipasok oleh dua perusahaan air (minum) swasta, Southwark and Vauxhal Water Company dan Lambeth Water Company. Kedua perusahaan tersebut mendistribusikan air yang diambil dari Sungai Thames melalui jaringan pipa ke rumah-rumah penduduk. Persaingan di antara kedua perusahaan tersebut membuat jaringan pipa yang berada di sebelah selatan Kota London kala itu dapat dikatakan semrawut, dan merupakan salah satu faktor yang menyulitkan Snow dalam penelitiannya. Hal-hal inilah yang dapat dihasilkan dari pengamatan Snow, sampai kejadian epidemic berikutnya pada tahun 1853.
Sementara itu, antara tahun 1848 sampai 1853, dapat dikatakan London bebas dari kolera. Ketika wabah kolera kembali menjangkiti Kota London pada bulan Juli 1853, Snow kembali melakukan penyelidikan di daerah selatan Sungai Thames seperti kejadian epidemi yang lalu. John Snow mendatangi rumah-rumah yang terkena musibah dan mengadakan penelitian tentang sumber air yang digunakan dalam rumah-rumah itu. Menurut catatannya, jumlah kematian pada rumah yang mendapat distribusi dari Southwark and Vauxhall Company jauh lebih besar daripada yang mendapat distribusi baik dari Lambeth Company maupun dari perusahaan lainnya ataupun dari sumber air lainnya, seperti dari sumur. Berdasarkan pengamatannya selama itu, Snow memiliki dugaan kuat bahwa terdapat hubungan antara penyakit kolera dan air. Mungkin Snow dengan penyelidikannya itu tidak akan dikenal luas seandainya tidak terjadi wabah kolera pada tahun berikutnya. Dia meneruskan pencatatan yang dilakukan seperti pada wabah sebelumnya dan mendapati temuan yang senada dengan penelitian sebelumnya.
Ditengah kesibukannya mengadakan penelitian itu, Snow tertarik dengan data tentang kematian sebesar 616 orang di daerah Soho, di dekat rumahnya di Piccadilly. Menurut Snow, kejadian kolera di daerah tersebut dapat dikatakan merupakan kejadian terburuk di negerinya. Tidak seperti di bagian selatan Sungai Thames, distribusi air di daerah itu dilayani oleh perusahaan New River dan Grand Junction. Mutu air yang diproduksi oleh kedua perusahaan tersebut sangat jelek serta mengalir rata-rata hanya dua jam sehari. Hal itu membuat banyak penduduk daerah tersebut mencukupi kebutuhan airnya dari sumur-sumur yang terdapat di daerah tersebut, yang airnya lebih jernih. Kemudian Snow memetakan semua kasus kematian itu dan perhatiannya tertuju pada banyaknya kematian di sekitar sumur yang terletak di Broad Street.







RANGKUMAN FILM

Sepanjang sejarah sampai awal abad XXI penyakit infeksi masih merupakan pembunuh utama manusia. Penyakit pes atau “black death” telah menyapu ¾ populasi penduduk Eropa dan Asia pada abad ke XIV. Tuberculosis adalah pembunuh No. 1 di England pada pertengahan abad XIX. Pada pertengahan abad XIX angka kematian dilatar belakangi oleh tuberculosis, typhoid, dan penyakit saluran nafas dan pencernakan lainnya menjadi meningkat double dari tahun 1930.
Penyakit Infeksi ditaklukkan dgn Upaya Kesehatan Masyarakat. Penemuan antibiotik juga memainkan peranan penting, karena faktanya pada tahun 1960-an, ancaman penyakit infeksi tampaknya mulai menurun. Tampaknya masih premature deklarasi kemenangan terhadap perang untuk menaklukkan penyakit infeksi
Sebagian besar penyakit wabah disebabkan oleh bakteria, virus atau parasit, yg telah dibuktikan sejak  th 1880-1890an dimana setiap tahunnya diketemukan penyakit baru yang disebabkan oleh bakteria.
Pada tahun 1977 dunia digegerkan dengan merebaknya penyakit tuberkulosis (TB). Penyakit ini dapat menyerang semua kalangan usia, namun usia yang paling umum dan paling rawan adalah pada usia 1-4 tahun. Penyakit ini menjadi momok pada saat itu, tapi kemudian dapat diatasi dengan memberikan semacam pembunuh bakteri. Usaha ini bisa dibilang cukup berhasil karena tingkat TB pun menurun.
Julie Parsoner dari Universitas Stanford melakukan penelitian tentang penyakit tuberkulosis, cacar dan polio. Namun hasilnya tidak banyak diketahui. Belum selesai masalah penyakit-penyakit diatas, muncul lagi penyakit yang mengerikan, yaitu ebola. Virus Ebola merupakan sebuah virus yang menyebabkan demam hemorrhagic. Semenjak dikenal tahun 1976, Virus Ebola menyebabkan penyakit yang fatal pada manusia maupun binatang primata (monyet, gorila dan simpanse). Dinamakan Virus Ebola karena ditemukan pada sungai yang bernama Ebola juga yang terletak di daerah Republik Demokratik Kongo (sekarang Zaire). Penyakit Ebola sangat mematikan. Gejala-gejalanya antara lain muntah, diare, sakit badan, pendarahan dalam dan luar, dan demam. Tingkat kematian berkisar antara 50% sampai 90%. Penyakit Ebola dapat ditularkan lewat kontak langsung dengan cairan tubuh atau kulit. Masa inkubasinya dari 2 sampai 21 hari, umumnya antara 5 sampai 10 hari.

Selain faktor-faktor lingkungan yang kurang sehat, penyakit-penyakit juga dapat ditimbulkan melalui interaksi antara alam dan manusia secara langsung. Pada tahun 70-an, penebangan hutan merebak dan membuat hutan gundul. Kayu-kayu diguakan untuk kebutuhan manusia. Pada waktu penebangan, pengangkutan dan pemasaran, kayu-kayu tersebut membawa beberapa bakteri dan virus yang berbahaya bagi manusia. Manusia tidak sadar bahwa penyakit yang berkembang di masyarakat merupakan buah tangan mereka ketika mereka kembali dari hutan. Mereka membawa bakteri dan virus yang kemudian ditularkan pada anggota keluarga, lalu ke masyarakat sekitar tempat tinggal. Lama kelamaan bakteri  dan virus ini menyebar seiring dengan perpindahan penduduk yang beberapa diantaranya membawa bakteri dan virus tersebut.
Untuk berkembang biak, virus rnemerlukan lingkungan sel yang hidup. Oleh karena itu, virus menginfeksi sei bakteri, sel hewan, atau sel tumbuhan untuk bereproduksi.Ada dua macam cara virus meneinfeksi bakteri, yaitu secara litik dan secara lisogenik. Pada infeksi secara litik, virus akan menghancurkan sel induk setelah berhasil melakukan reproduksi, sedangkan pada infeksi secara lisogenik, Virus tidak menghancurkan sel bakteri tetapi virus berintegrasi dengan DNA sel bakteri,sehingga jika bakteri membelah atau berkembangbiak  virus pun ikut membelah. Pada prinsipnya cara perkembangbiakan virus pada hewan maupun pada tumbuhan mirip dengan yang berlangsung pada bakteriofag, yaitu melalui fase adsorpsi, sintesis, dan lisis.
Bakteri dan virus juga dapat berpindah melalui hal-hal yang kita tidak sadari sebelumnya. Lindsay Kickart adalah salah satu korban penyakit tetanus akibat infeksi setelah melakukan tindik di telinganya. Dia baru menyadari bahwa dia terkena tetanus setelah dia memeriksakan diri ke dokter dan dokter memvonis bahwa dia terkena tetanus. Dokter beranggapan bahwa tetanus muncul setelah terjadi infeksi luka di telinga Lindsay akibat dari tindik telinganya. Ini memberikan pengertian bahwa virus dan bakteri dapat berkembang dan muncul di luka-luka yang tidak terjaga kebersihannya.
Resistensi antibiotika timbul bila suatu antibiotika kehilangan kemampuannya untuk secara efektif mengendalikan atau membasmi pertumbuhan bakter; dengan kata lain bakteri mengalami “resistensi” dan terus berkembangbiak meskipun telah diberikan antibiotika dalam jumlah yang cukup untuk pengobatan.
Resistensi terhadap antibiotika adalah fenomena yang alami. Bila suatu antibiotika digunakan, bakteri yang mengalami resistensi terhadap antibiotika tersbut memiliki kesempatan yang lebih besar untuk dapat terus hidup daripada bakteri lain yang lebih “rentan.” Bakteri yang rentan akan dapat dibasmi atau dihambat pertumbuhannya oleh suatu antibiotika, menghasilkan suatu tekanan selektif terhadap bakteri lain yang masih bertahan hidup untuk menciptakan turunan yang resisten terhadap antibiotika. Beberapa resistensi timbul tanpa adanya campur tangan manusia, bila suatu bakteri dapat memroduksi dan menggunakan antibiotika untuk melawan bakteri yang lain, sehingga menyebabkan timbulnya seleksi alam dalam tingkat yang lebih rendah untuk menimbulkan resistensi terhadap antibiotika. Namun demikian, bakteri yang mengalami resistensi terhadap antibiotika dalam jumlah yang sangat tinggi sekarang ini disebabkan karena adanya penyalahgunaan dan penggunaan antibiotika secara berlebihan. Di beberapa negara dan melalui internet, antibiotik dapat dibeli tanpa adanya resep dokter. Pasien kadang-kadang minum antibiotik meskipun ia tidak membutuhkannya, untuk mengobati penyakit yang disebabkan oleh virus seperti selesma.
Beberapa bakteri secara alami memang resisten terhadap antibiotike tipe tertentu. Mutasi, perubahan spontan yang jarang terjadi pada materi genetis bakteri, diperkirakan terjadi pada satu dari satu juta hingga satu dari sepuluh juta sel. Mutasi genetis yang berbeda akan menghasilkan tipe resistensi yang berbeda juga. Beberapa mutasi mengakibatkan bakteri dapat menghasilkan zat kimia (enzim) yang cukup untuk menonaktifkan antibiotika, sementara mutasi yang lain dapat menghilangkan sel yang menjadi target serangan antibiotika. Mutasi jenis lain menutup gerbang tempat masuknya antibiotika ke dalam sel, dan mutasi yang lain lagi menghasilkan mekanisme pemompa yang dapat mengirim antibiotika keluar sel sehingga antibiotika tersebut tidak akan pernah dapat mencapai sasarannya.
Bakteri bisa mendapatkan gen-gen resisten terhadap antibiotika dari bakteri lain dengan beberapa cara. Dengan melakukan proses perkawinan sederhana yang disebut “konjugasi,” bakteri dapat mentransfer materi genetik, termasuk kode-kode genetik yang resisten terhadap antibiotika (ditemukan dalam plasmids  and transposons ) dari satu bakteri ke bakteri yang lainnya. Virus juga merupakan mekanisme lain untuk menularkan sifat resistensi diantara beberapa bakteri. Sifat resistensi turunan dari satu bakteri dikemas ke dalam bagian kepala virus.  Kemudian virus tersebut menyuntikkan sifat resisten ke dalam bakteri baru yang diserangnya. Bakteri juga memiliki kemampuan untuk mendapatkan DNA, “gratis” yang masih polos dari lingkungan mereka.
Bakteri yang mendapatkan gen-gen resisten, baik melalui mutasi spontasn atau melalui pertukaran genetis dengan bakteri lainnya, memiliki kemampuan untuk melawan satu atau lebih jenis antibiotika. Karena bakteri dapat mengumpulkan beberapa sifat resistensi seiring dengan berjalannya waktu, mereka dapat menjadi resisten terhadap beberapa jenis antibiotika yang berbeda.
Secara genetis, resistensi antibiotika menyebar melalui populasi bakteri baik secara “vertikal,” saat generasi baru mewarisi gen-gen yang resisten terhadap antibiotika, dan secara “horisontal,” saat bakteri berbagi atau saling menukar materi genetis dengan bakteri yang lain. Transfer gen secara horisontal dapat terjadi diantara spesies bakteri yang berbeda. Secara lingkungan, resistensi antibiotika menyebar saat bakteri tersebut bergerak dari satu tempat ke tempat yang lain; bakteri dapat menyebar melalui pesawat udara, air dan angin. Orang dapat menyebarkan bakteri resisten pada orang lain; misalnya, melalui batuk atau kontak langsung dengan tangan-tangan yang tidak dicuci sebelumnya.
Beberapa penelitian untuk mengatasi resistensi antibiotik ini pun sudah dilakukan. Banyak para ilmuwan yang terlibat untuk mengatasi masalah ini. Walaupun terkadang hasilnya mengecewakan dan nihil, tetapi mereka telah memberikan andil besar dalam kasus resistensi antibiotik ini. Paula Fujiwara, ilmuwan asal Jepang yang ditugasi oleh New York untuk mengatasi kasus resistensi antobiotik ini telah memebrikan andil cukup besar. Walaupun belum menuntaskan kasusnya, tetapi New York telah terbantu dengan peran sertanya untuk mengatasi resistensi antibiotik.
Mengatasi masalah yang dihadapi terkadang tidak sesuai dengan pikiran banyak orang. Itulah yang dilakukan oleh kota New York saat menghadapi wabah tuberkulosis yang sedang melanda mereka. Pemerintah membuat kebijakan yang sangat mencengangkan, yaitu mengasingkan pasien-pasien penyakit tuberkulosis di pulau terpencil sampai mereka benar-benar sembuh. Hal ini sebenarnya mendapatkan respon yang kurang baik dikalangan masyarakat dan aktivis kemanusiaan. Tetapi pemerintah New York mampu meyakinkan mereka dengan alasan-alasannya yang sehinga dapat diterima oleh masyarakat dan aktivis kemanusiaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar